Home » » Hakekat Kemenangan

Hakekat Kemenangan

Written By nurul on Selasa, 08 November 2016 | 21.59

Kemenangan adalah pertolongan Allah. Bagi dakwah, tiada kemenangan kecuali dengan pertolongan Allah. Kemenangan dan pertolongan Allah ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Jika satu sisi lepas, maka hilanglah nilainya. Inilah yang perlu dicamkan ketika kita memperoleh kemenangan dakwah, termasuk kemenangan di medan siyasiyah.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menganugerahkan banyak kemenangan-Nya kepada kita. Dipelihara-Nya iman kita, diizinkan-Nya kita bergabung dalam sebuah jamaah dakwah, dimudahkan-Nya kita dalam menyebarkan dakwah adalah kemenangan dari-Nya.

Maka jika hari ini kita kembali mendapatkan pertolongan Allah dalam bentuknya yang lain, sesungguhnya kita perlu menyadari bahwa itu datang dari Allah. Maka tidak ada takabur yang boleh menghinggapi, tidak boleh ada ujub yang menyertai, dan tidak boleh membuat kita lupa diri.

Kemenangan bagi dakwah, sesungguhnya adalah sebuah kemestian. Cepat atau lambat, dakwah Islam akan menang. Ia bisa dihadang, tetapi tidak bisa dihentikan. Ia bisa dibenci, tetapi tidak dapat dihancurkan. "Al Mustaqbal li hadadz Din," tulis Muhammad Al Ghazali. Bahwa masa depan itu milik Islam. Sebab Allah telah menjanjikan kemenangan bagi Islam.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. An Nur : 55)

Kemenangan, sesungguhnya juga ujian dari Allah. Apakah kita sanggup menyikapinya dengan benar, atau justru membuat kita terlena. Kemenangan bagai pedang bermata dua. Ia dapat 'membunuh' orang yang lalai dengan kemenangan itu. Di sisi lain, kemenangan dapat membantu kita untuk memperoleh kemenangan-kemenangan berikutnya. Sikap yang benar sangat dibutuhkan agar kemenangan yang diperoleh tidak 'membunuh' kita.

Karenanya Rasulullah justru menangis menunduk di atas untanya ketika beliau memasuki Makkah dalam suasana kemenangan Fathu Makkah. Beliau tidak membusungkan dada, tidak juga merayakan kemenangan dengan pesta. Beliau justru menitikkan air mata, sambil bertasbih, memuji Allah dan beristighfar kepada-Nya.

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah kepada Allah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat." (QS. An Nashr : 1-3)

Sudahkah kita mengikuti sunnah Rasulullah dalam menyambut kemenangan hari-hari ini? Semoga kita bisa dan dengan-Nya Allah menyambung kemenangan ini dengan kemenangan-kemenangan berikutnya. [Disarikan dari Buku Agenda besar Kemenangan Dakwah karya Satria Hadi Lubis]

Hakikat dakwah, apapun situasi dan kondisinya, selalu berada dalam konteks “menang”, tidak ada istilah “kalah”. Allah SWT berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan azab kepadamu dari sisi-Nya, atau (azab) melalui tangan kami. Maka tunggulah, sesungguhnya kami menunggu (pula) bersamamu.’” (QS. At Taubah: 52)
Ayat ini menjelaskan bahwa tak ada yang ditunggu-tunggu kecuali 2 kebaikan yaitu menang atau syahid. Sedangkan orang kafir akan merasakan binasa dikarenakan azab yang diberikan oleh Allah atau binasa melalui tangan kita.
“Mereka membantahmu (Muhammad) tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seakan-akan mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab) kematian itu. Dan (ingatlah) ketika Allah menjadikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah untukmu. Tetapi Allah hendak membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya, agar Allah memperkuat yang hak (Islam) dan menghilangkan yang batil (Syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.” (QS. Al Anfal: 6-8)
Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa mereka membantahmu tentang kebenaran yang telah nyata yaitu mereka pasti menang.
Jadi sudah jelas pada dasarnya hakikat dakwah itu akan menang bukan kalah, berapapun ikhtiar yang telah kita lakukan bukan dilihat dari hasilnya melaikan prosesnya.
Hakikat Kemenangan (Taddabur Q.s. Al Fath: 1-5)
  • Ampunan (Cara: Intropeksi diri skala pribadi dan skala jama’ah, kemudian bertaubat dan mengadakan perbaikan)
  • Disempurnakan nikmat (ikhtiarnya: hidup penuh penghayatan lalu bersyukur)
  • Petunjuk ke jalan yang lurus (Jalannya dengan ilmu, musyawarah dan Istikharah)
  • Pertolongan Allah (Diantara usahanya: Tolonglah saudaramu)
  • Ketenangan Jiwa (Banyak zikrullah)
  • Bertambahnya iman setelah keimanan yang telah ada (Upayanya: Majelis Ilmu, Lingkungan orang-orang shaleh, zikrul maut dan hal-hal yang dapat meningkatkan keimanan)
  • Final Kemenangan: Masuk surga dengan aman
Dan tenyata, masuk surga dengan cara aman ada beberapa macamnya, yaitu:
Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau berkata: “Ditampakkan beberapa umat kepadaku, maka ada seorang nabi atau dua orang nabi yang berjalan dengan diikuti oleh antara 3-9 orang. Adapula seorang nabi yang tidak punya pengikut seorangpun, sampai ditampakkan kepadaku sejumlah besar. Aku pun bertanya apakah ini? Apakah ini umatku? Maka ada yang menjawab: ‘Ini adalah Musa dan kaumnya,’ lalu dikatakan, ‘Perhatikanlah ke ufuk.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah besar manusia memenuhi ufuk kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke sana dan ke sana di ufuk langit.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah orang telah memenuhi ufuk. Ada yang berkata, ‘Inilah ummatmu, di antara mereka akan ada yang akan masuk surga tanpa hisab sejumlah 70.000 orang. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam masuk tanpa menjelaskan hal itu kepada para sahabat. Maka para sahabat pun membicarakan tentang 70.000 orang itu. Mereka berkata, ‘Kita orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya maka kitalah mereka itu atau anak-anak kita yang dilahirkan dalam Islam, sedangkan kita dilahirkan di masa jahiliyah.’ Maka sampailah hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu beliau keluar dan berkata, ‘mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah (dimanterai), tidak meramal nasib dan tidak mita di-kai, dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakkal.” (HR. Bukhari 8270)
Ada juga yang masuk surga melalui hisab tapi dimudahkan yaitu jika seseorang melakukan shalatnya baik dan penuh ke khusyukan maka Allah akan mudahkan ia melawati hisab.
Syarat-syarat Kemenangan
A. Memiliki ciri-ciri Iman
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfal 2-4)
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (syurga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-11)
Kriteria yang dimaksudkan firman Allah dalam ayat di atas adalah sebagai berikut:
  1. Bergetar hati ketika diingatkan Allah, mudah sadar
  2. Bertambah iman dengan al-Quran
  3. Shalat yang khusyuk
  4. Infak dan Zakat
  5. Menjauhkan dari hal yang sia-sia
  6. Memelihaa kehormatan diri
  7. Menjaga amanah dan janji
  8. Tawakal
B. Memiliki sifat-sifat utama dalam pertempuran
Allah SWT berfirman:
“Dan ketika Allah memperlihatkan mereka kepadamu, ketika kamu berjumpa dengan mereka berjumlah sedikit menurut penglihatan matamu dan kamu diperlihatkan-Nya berjumlah sedikit menurut penglihatan mereka, itu karena Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan. Hanya kepada Allah segala urusan dikembaikan. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah banyak-banyak (berzikir dan berdoa) agar kamu beruntung. Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (riya) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala yang mereka kerjakan.” (QS. Al Anfal: 45-47)
Kriteria yang dimaksudkan firman Allah di atas adalah sebagai berikut:
  1. Teguh hati
  2. Menperbanyak zikrullah dan doa
  3. Komitmen dengan taat pada yang wajib dan sunnah
  4. Bersatu dalam jamaah
  5. Sabar
  6. Tidak riya’ dan angkuh
  7. Tidak menghalangi orang lain yang ingin taat
DNA Pejuang
  • Kita semua punya gen pejuang (telaah awal penciptaan manusia)
  • Hidup dalam skala pribadi adalah medan tempur, melebihi dalam skala jamaah
  • Berjuang adalah fitrah penciptaan kita. Maka ketika kita memilih pasif, lemah, ringkih, kalah, baik dalam kehidupan pribadi ataupun kehidupan dakwah. Berarti kita telah menyimpang dari fitrah pejuang yang telah ada dalam diri kita. Sesuatu yang menyimpang dari fitrah tak kan pernah sakinah!
“Jika semua uzur kita dipenuhi, maka tidak akan ada yang memikul dakwah ini.” (Hasan Al Banna)
Sebenarnya uzur bisa kita kelola dengan baik asalkan kita mampu memenej waktu serta bagaimana kuatnya diri kita dengan Allah. Niatkan segala aktivitas yang kita lakukan karena Allah serta perbanyak doa agar kita diberikan kekuatan oleh-Nya.
Maka, “Amanah itu hanya akan dipikul oleh orang-orang yang sibuk”
  • Lawanlah uzur diri kita (kecuali untuk orang lain tentu ada pertimbangannya)
  • Timbanglah uzur kita dengan objektif
  • Sekalinya takluk oleh uzur, maka selanjutnya kita akan menjadi orang yang tertinggal bahkan terganti
Zaman Rasulullah Saw orang yang meninggalkan perang maka konsekuensinya akan di-ka’ab-kan (diasingkan). Tapi kalau zaman kita diberlakukan seperti layaknya di zaman Rasulullah, bagaimanakah rasanya diasingkan? Tentu sakit dan sedih.
Seruan Pejuang
Maka berjuanglah kalian dan menangkanlah pertempuran dengan dirimu sendiri. Lalu, naikilah tangga perjuangan di medan yang lebih tinggi dan mulia derajatnya: dakwah. Niscaya kalian akan temukan bahagia yang lebih berlimpah dan berkah!
Wallahu A’lam.

Sumber : 

2. http://www.dakwatuna.com/2014/05/23/51792/memaknai-hakikat-kemenangan-untuk-membangunkan-jiwa-jiwa-pejuang/#axzz4PTbswpFz

Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | Magnet Islam Official
Copyright © 2011. Magnet Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger