Home » » #26 Mudik

#26 Mudik

Written By nurul on Selasa, 18 Juli 2017 | 16.28

Kultum Ramadhan


Ramadhan menjelang usai, banyak diantara kita berpikir untuk 'mudik' di hari lebaran, bulan Syawal nanti. Istilah 'mudik' awalnya digunakan oleh orang-orang Jawa, kemudian sangat populer dan menjadi budaya masyarakat Indonesia. Mudik dari kata 'udik' yg berarti arah hulu sungai, pegunungan atau kampung/desa. Orang pulang kampung disebut me-udik, yg dipersingkat menjadi 'mudik'.

Tradisi mudik sangat fenomenal karena melibatkan jutaan masyarakat Indonesia. Pemudik rela berdesak-desakan dan bahkan mengeluarkan banyak biaya utk itu. Ada pula yg mempertaruhkan nyawa dengan naik diatas gerbong kereta api, juga mengendarai motor dg jarak yg sangat jauh.

Mudik seringkali dijadikan momentum menunjukkan sukses di kota. Status sosial yg harus diketahui orang sanak kerabat di kampung. Menyewa mobil berbiaya besar dilakukan demi prestisnya. Mudik tidak sekedar silaturrahmi tetapi jg ajang pamer keberhasilan.

Ironi, bekerja keras mengumpulkan uang di kota, sangat mudah dihabiskan di kampung. Perilaku konsumtif pemudik menjadi kenikmatan tersendiri, dgn dalih; konsumtif identik dg sukses dan keberhasilan.

Jujur dirasakan, saat berada di kota hy bagian sebuah sekrup kecil dari mesin besar perusahaan; sedangkan di kampung merasa benar-benar menjadi manusia. Saat di kota dipanggil sebutan pekerja, karyawan atau buruh, sedang di kampung disapa kakak, mas atau Abang. Saat di kota berhadapan dengan wajah tak bersahabat, makian terkadang ancaman sedangkan di kampung dijumpai wajah kedamaian, keramahan bahkan ketentraman penuh persahabatan.

Inilah mudik diantara kita yg kehilangan jati diri. Ada bacaan surat alGhosyiyah yg sering dibaca Rasulullah bila menjadi imam di saat sholat idul Fitri. Diceritakan tentang wajah2 orang yg tertunduk hina diantara para pecundang dan dijabarkan pula wajah2 yg berseri2 karena menjadi pemenang atas usahanya. Dua keadaan sangat paradoksal saat 'Inna ilainaa iyyaabahum'; sungguh kita kembali kepada Allah, mudik sebenarnya, pulang ke kampung sejati. Saat Allah-lah yg paling berhak penilaian status kita sesungguhnya (tsumma 'alainaa hisaabahum).

Saudaraku,
"Maka ada manusia, apabila diuji Tuhan dengan kemuliaan/kehormatan dan kesenangan nikmat, dia berkata 'Tuhanku telah memuliakanku'
Namun bila Tuhan mengujinya dan disempitkan rezekinya, ia berkata 'Tuhanku menghinakanku'
Sekali2 tidak, kehinaan adalah saat kau tak muliakan/santuni anak yatim, tdk mau saling mengajak/ peduli dg makannya orang miskin dan kau ambil warisan yg tdk jelas(halal dan haramnya) dan kau cinta harta dunia dg kecintaan berlebihan"
(Lihat Terj. Al Fajr ; 15-20).
Semoga kita para pemudik bisa berpikir dan bersikap benar sebagaimana persepsi Illahi. Aamiin.

Allahu a'lamu bishowab

26 Ramadhan 1438
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | Magnet Islam Official
Copyright © 2011. Magnet Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger